Kampung baru, 2 Oktober 2015
Hampir 3 minggu ini Medan terkena dampak pembakaran hutan. Cuaca tiap hari serasa di Puncak pada pagi hari. Udara berkabut, seperti mendung tapi tidak turun hujan. Panas sinar matahari menjadi tidak terasa teriknya. Awalnya mengira kota Medan menjadi kota sejuk, dingin karena kabut udara. Ternyata, bukan sejuk udara segar yang didapat tapi kabut asap. Bahkan guru TK Ahsan sudah terkena penyakit ISPA. Tentu saja akibat banyak beraktifitas di luar ruangan.
WOW sungguh luar biasa akibat kebakaran hutan. Hutan yang lokasinya di Riau tapi asapnya bisa terbang hingga Sumut. Tidak melihat hutan yang terbakar. Tapi betapa besarnya api hingga bisa mengirim asap hingga beratus kilometer jauhnya.
Kabut asap di kota Medan bulan Oktober 2015 |
Kabut asap di kota Medan Oktober 2015 |
Mengikuti kabar-kabar yang berseliweran di dunia maya, bahwa hutan sengaja di bakar. Tujuannya, setelah hutan dibakar, lalu akan ditanami dengan kelapa sawit. Apakah benar berita tersebut, entahlah....
Mengapa asap menyebar, menyelimuti hampir seluruh permukaan pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, dan Singapura yang terjepit antara Sumatera dan Semenanjung Malaysia?
Hutan di Sumatera dan Kalimantan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Banyak bahan organik seperti ranting, daun, batang, hewan-hewan mati yang membusuk dan menumpuk. Bahan organik yang menumpuk di daerah cekungan akan menyimpan air hujan yang turun dan tidak cepat membusuk. Bahan organik di cekungan inilah yang disebut tanah gambut. Tumpukan bahan organik ini dikelompokkan menjadi: gambut dangkal (kurang dari 50cm) dan gambut dalam (lebih dari 4m).
Bagaimana cara memanfaatkan tanah gambut. Hutan ditebang seperlunya, lalu dibuat parit-parit drainasi. Parit ini bertujuan untuk membuang air. Karena air keluar, maka permukaan gambut akan turun lebih padat. Setelah gambut kering, "katanya" ada perusahaan nakal yang malas menebang hutan. Biaya menebang hutan mahal. Cara termudah adalah dengan menyulut api di satu titik lalu "wush" api akan menyebar sendiri membakar hutan. Gambut kering ini dapat diibaratkan seperti tumpukan serbuk gergaji. Gambut akan terbakar pelan-pelan. Jika gambut sudah benar-benar kering akan cepat merambat. Saat bara sekam gambut mengenai pohon-pohon kering akan menimbulkan nyala api. Untuk gambut di bagian bawah yang belum kering benar, api akan merambat pelan dan mengeluarkan banyak asap.
Tanah gambut yang terbakar sulit sekali dipadamkan. Mengapa? Karena pasti akan memerlukan banyak sekali air. Bayangkan satu luasan tanah penuh dengan sekam kayu. Api baru mati kalau kalau luasan tanah tsb terguyur basah oleh air. Bayangkan kalau misal gambut yang terbakar tsb sedalam 4 m. Air air menumbus hingga 4 meter kebawah dan selebar luasan yang terbakar. Hanya hujan lah penyelamat keadaan.
Beruntung akhir bulan November 2015, sudah sering turun hujan lebat. Alhamdulillah asap yang menyelimuti Sumatera dan Kalimantan sudah tidak ada. Saat ini di kota Medan sudah bermandikan sinar matahari lagi. Terhitung 2 bulan (September, Oktober) terjadi kebakaran hebat hutan Sumatera dan Kalimantan.
Semoga pemerintah bisa menindak tegas para pengusaha nakal jika benar mereka membakar hutan untuk ditanami dengan kelapa sawit. Berapa banyak kekayaan flora dan fauna Indonesia, juga mikroorgnisme yang musnah. Kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan sumber ilmu pengetahuan yang bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemaslahatan bangsa Indonesia.
Semoga tahun selanjutnya tidak ada kebakaran hutan lagi. Semua orang butuh makan, tapi semoga cara mencarinya yang halalan dan thoyiban.
Kitalah penerus bangsa, yang muda yang berkarya. Punyalah idealisme untuk negeri yang tercinta Indonesia. Berbuat yang terbaik dan bermanfaat.
No comments: